Kembalikan Bahasa Jawa
Menjadi Bahasa Ibu
Oleh Eko Wahyudi,
S.Pd.,M.Pd.
Â
Bahasa daerah merupakan
wujud kekayaan dari kebinekaan Indonesia. Terdapat 718 bahasa daerah di
Indonesia, namun hanya 25 bahasa yang kondisinya masih aman. Aman berarti bahasa
tersebut masih digunakan oleh semua anak dan semua orang dalam etnik tersebut.
Salah satunya bahasa Jawa. Namun bahasa Jawa juga menghadapi ancaman baik
menjadi rentan, terancam punah, kritis, bahkan punah itu sendiri.
Penyebab utama kepunahan
bahasa daerah adalah penutur jati sudah tidak lagi menggunakan dan tidak
mewariskan bahasa tersebut kepada generasi berikutnya. Pertanyaan mendasar
untuk kita sebagai warga Jawa, masihkan menggunakan dan mewariskan bahasa Jawa
kepada anak-anak dan cucu kita?
Tidak sedikit, anak yang
menjawab tidak mengenal bahasa Jawa. Warga Jawa baik anak-anak maupun orang tua
resah dengan kondisi ini. Namun keresahan tersebut tidak dibarengi dengan
tindakan penyelamatan berupa penggunaan bahasa Jawa di keluarga dan lingkungan.
Alasan utamanya adalah sudah tidak praktis dan efektif, banyak anak-anak tidak
memahami komunikasi dengan bahasa Jawa. Pasti, karena mereka generasi pewaris yang
tidak dikenalkan dan diberi bahasa ibu bahasa Jawa.
Mencermati fakta
tersebut, apakah berarti bahasa Jawa mulai tertolak di lingkungan Jawa? Warga
Jawa sudah tidak berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Perkembangan bahasa Jawa
saat ini sangat dipengaruhi oleh berbagai hal seperti sikap penutur jati yang
sudah abai dengan warisan bahasa “leluhurnyaâ€.Â
Kehidupan tidak melulu soal berbahasa, namun lebih pada cara betahan
hidup. Maka, ketika memperhatikan di wilayah non-Jawa kehidupannya lebih baik,
bahasa Jawa semakin ditinggalkan penutur jatinya.
Faktor lain yang
menyangatkan adalah adanya perkawinan silang antarentnik, migrasi dan mobilitas
antarwilayah yang tinggi, serta globalisasi yang mengarah pada monolingualisme.
Kesemuanya itu tidak pernah menyoal keberadaan dan penggunaan bahasa Jawa. Lalu
apa kontribusi bahasa Jawa pada proses kehidupan warga Jawa. Tentu ada.
Fenomena pragmatis yang menyebabkan kontribusi menjadi kabur dan nyaris tidak
ada. Â
Â
Regulasi
Apa perlunya negara
menerbitkan berbagai peraturan perundang-undangan pelindungan bahasa (daerah)
jika tidak memberikan garansi keamanan terhadap keberadaan bahasa daerah.
Ancaman kepunahan tidak mempan hanya dihadang dengan beragam undang-undang.
Barangkali perlu mengulik kembali substansi dari pasal-pasal pelindungan yang
ada. Barangkali pula ada hal formulatif yang belum dilakukan atas amanah
undang-undang tersebut.
Sebut saja pada pasal 32
UUD 1945 yang menyatakan bahwa bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Hal
itu diperkuat oleh Pasal 42 UU Nomor 24 Tahun 2009 yang menyatakan adanya pelindungan
bahasa dan sastra daerah dilakukan secara bertahap, sistematis, dan
berkelanjutan oleh Pemerintah Daerah di bawah koodinasi lembaga kebahasaan.
Secara khusus Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah No. 57
Tahun 2014, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 40 Tahun 2007 menyebut dua
tugas pokok kepala daerah yaitu 1) pelestarian dan pengembangan bahasa daerah
sebagai unsur kekayaan budaya dan sebagai sumber utama pembentuk kosakata
bahasa Indonesia. 2) Sosialisasi penggunaan bahasa daerah dalam kegiatan
pelestarian dan pengembangan seni budaya di daerah.
Pemerintah provinsi Jawa
Tengah telah mengambil langkah konkret dengan menerbitkan Perda Nomor 9 tahun
2012 tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa serta Peraturan Gubernur Provinsi
Jawa Tengah Nomor 57 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 9
Tahun 2012 tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa. Kembali pada pertanyaan
awal, apakah bahasa Jawa sudah diperlakukan sesuai dengan regulasi hukum tersebut.
Implementasi peraturan
perundang-undangan tersebut memang tidak menjadi senjata pamungkas upaya
pemertahanan bahasa Jawa. Regulasi hukum adalah jaminan adanya upaya pemerintah
daerah untuk melakukan pelindungan. Satu kunci utama adalah konsistensi warga
Jawa untuk mau menggunakan bahasa Jawa dan mewariskan kepada generasi
berikutnya.
Â
Revitalisasi
Menyadari bahasa bukan
sekadar sekumpulan kata atau seperangkat kaidah tata bahasa, melainkan juga
sebagai khazanah kekayaan budaya, pemikiran, dan pengetahuan. Karena itu
(ancaman) kepunahan bahasa berarti hilangnya kekayaan batin para penutur bahasa
tersebut. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi telah
mengambil langkah dengan meluncurkan program Revitalisasi Bahasa Daerah (RBD).
Langkah tersebut dibingkai dalam program Merdeka Belajar epidode 17.
Menurut Mendikbudristek
(2022) pendekatan revitalisasi dalam MB-17: RBD didasarkan pada empat prinsip,
yakni dinamis, adaptif, regenerasi, dan merdeka berkreasi. dinamis karena
berorientasi pada pengembangan dan bukan sekadar memproteksi bahasa daerah dengan
tetap adaptif terhadap situasi lingkungan masyarakat tutur atau lingkungan
sekolah. Aspek regenerasi dalam revitalisasi juga difokuskan pada penutur muda
agar pewarisan dapat dijamin keberlanjutannya, terutama pada anak usia sekolah
dasar dan menengah.
Program MB-17: RBD ini
juga mendorong para penutur bahasa daerah untuk merdeka berkreasi dalam
penggunaan bahasanya. Tujuan akhir dari program MB-17: RBD ini adalah agar para
penutur muda dapat menjadi penutur aktif bahasa daerah dan memiliki kemauan
untuk mempelajari bahasa daerah dengan penuh suka cita melalui media yang
mereka sukai.
Sebagai bentuk apresiasi
pelaksanaan program MB-17: RBD ini terdapat acara puncak yaitu FTBI (Festival
Tunas Bahasa Ibu). FTBI menjadi alat ukur pencapaian program MB-17: RBD terbaik
jangka pendek dari tiap-tiap sekolah dasar dan menengah. Melalui ruang
apresiasi ini diharapkan muncul tunas-tunas baru penerima warisan bahasa ibu
(bahasa Jawa) yang baik dan maksimal.
Di tangan tunas-tunas
muda ini harapan bahasa Jawa akan tetap menjadi aman dan bebas dari ancaman
kepunahan. Sebagai warga yang dilahirkan di tanah Jawa, tumbuh dan berkembang
dari tanah Jawa, sudah semestinya bangga menjadi warga Jawa yang menggunakan
bahasa Jawa. Semoga.
Â
Penulis adalah Guru
Bahasa Jawa SMPN 1 Karangsambung
dan Narasumber Program
RBD Balai Bahasa Provinsi Jateng.