KONSEP PENDIDIKAN DI ERA 4.0


Tags :

KONSEP PENDIDIKAN DI ERA 4.0

Dian Ariyanto,S.T.,M.Pd.

 

Era Revolusi Industri 4.0 merupakan era yang menuntut perubahan secara cepat. Era ini ditandai adanya sistem cyber-fisik, komputasi awan dan Internet of Things (IoT). Hal ini tentu menjadi tantangan besar bagi dunia pendidikan. Guru harus memahami tantangan dan strategi dalam menghadapi era Revolusi Industri 4.0 ini untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Di era revolusi industri 4.0 muncul teknologi baru yang mengakibatkan perubahan di semua bidang  tidak terkecuali pendidikan. Guru dituntut untuk dapat menyesuaikan perkembangan teknologi yang semakin cepat dalam perkembangnya. Jika fungsi guru di era ini masih sebatas mentransfer ilmu kepada siswanya atau hanya sekedar mengajar saja di dalam kelas maka perannya akan tergantikan oleh teknologi diera revolusi industri 4.0. Dengan teknologi yang canggih, mestinya guru dapat mempermudah dalam pembelajarannya sehinnga mampu mengubah ruang kelas menjadi ruang belajar yang kreatif, inovatif dan menyenangkan.

Seorang guru diera revolusi industry 4.0  dapat memanfaatkan teknologi sebaik mungkin dalam proses pembelajaran dan penyelesaian dalam berbagai tugasnya. Sedangkan peningkatan kompetensi guru, tak bisa lepas dari arus perkembangan informasi dan teknologi. Menghadapi tantangan tersebut, guru sebagai garda terdepan dalam dunia pendidikan dituntut untuk siap berubah dan beradaptasi. Peran guru tak bakal tergantikan oleh mesin secanggih apapun, sebab guru diperlukan untuk membentuk karakter anak bangsa dengan budi pekerti, toleransi, dan nilai kebaikan. Para guru juga mampu menumbuhkan empati sosial, membangun imajinasi dan kreativitas, serta mengokohkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa.

Guru perlu meningkatkan profesionalisme terkait dengan mental, komitmen dan kualitas agar memiliki kompetensi sesuai dengan perkembangan revolusi industri 4.0, sebab  revolusi industri 4.0 menuntut guru mampu memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang super cepat untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul (Tempo,10 Desember 2018).

Dalam pendidikan 4.0 pembelajaran terhubung langsung dengan peserta didik, berfokus pada peserta didik, didemonstrasikan oleh pembelajar dan dipimpin oleh pembelajar. Dalam hal ini pembelajar yang bertanggungjawab untuk mendefinisikan berbagai dimensi dan jalur pendidikannya apa, dimana, bagaimana  dan mengapa ketika bergerak naik tangga belajar. Pelajar masa depan lebih sadar dan proaktif karena tingkat paparan dan panduan yang tinggi tersedia diberbagai platform. Pendidikan 4.0 memiliki personalisasi dalam proses pembelajaran, dimana pembelajar memiliki fleksibilitas lengkap untuk menjadi arsitek pada jalur pembelajarannya sendiri dan memiliki kebebasan dan  untuk mencita-citakan, mendekati dan mencapai tujuan pribadi dengan pilihan.

Pendidikan 4.0 lebih dari pendekatan heutagogical, connectivist untuk mengajar dan belajar, para guru, peserta didik, jaringan ,dan koneksi, media, sumber daya, dan alat menciptakan suatu entitas unik yang memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan individu pendidik, dan bahkan kemasyarakatan. Pendidikan 4.0 mengakui bahwa setiap pendidik dan perjalanan siswa adalah unik, personal, dan ditentukan sendiri.

Gestain (2014) menyampaikan prinsip pembelajaran yang mengarah kependidikan 4.0 memiliki ciri-ciri berikut ini: [1]

1.      Menentukan sendiri apa yang ingin dipelajari dan di kembangkan. Serta dengan tujuan pembelajaran yang mereka desain sendiri untuk pembelajaran yang didasarkan pada berbagai hasil belajar yang diinginkan.

2.      Menggunakan prefensi belajar dan teknologi untuk memutuskan bagaimana mereka akan belajar.

3.      Membentuk komunitas belajar mereka sendiri, karena banyaknya aplikasi jaring sosial yang ada saat ini, Dengan menggunakan alat jejaring sosial yang disarankan dan atau disiapkan oleh pendidik. Aplikasi jaringan sosal yang mungkin saat ini termasuk Facebook, Twitter, Edmodo, Instagram, Situs blog, You Tube, dan jejaring sosial lainnya.

4.      Memanfaatkan keahlian pendidik dan anggota lain dari komunitas belajar, untuk memperkenalkan sumber daya yang berhubungan dengan konten dan jaringan online lainnya untuk digunakan pembelajar mendemokan dan menghasilkan artefak pembelajaran.

5.      Mendemonstrasikan pembelajaran mereka melalui metode dan sarana yanag menunjang yang memungkinkan dengan cara terbaik. Ini bisa termasuk penggunaan perangkat seluler mereka ke blog, membuar esai foto, lakukan screencasts, membuat video atau prodcast, menggambar, menyanyi, menari, dll.

6.      Mengambil inisiatif untuk mencari umpan balik dari para pendidik dan rekan-rekan mereka dan menjadi pilihan mereka apakah ingin diberi umpan balik itu atau tidak.

Menghadapi era revolusi industri 4.0 (Milenial / abad 21) bagi guru diperlukan Ketrampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS) yaitu: [2]

1.    Konsep Berpikir Tingkat Tinggi

Menurut beberapa ahli, definisi keterampilan berpikir tingkat tinggi salah satunya dari Resnick (1987) adalah proses berpikir kompleks dalam menguraikan materi, membuat kesimpulan, membangun representasi, menganalisis, dan membangun hubungan dengan melibatkan aktivitas mental yang paling dasar. Menurut Bloom, keterampilan dibagi menjadi dua bagian. Pertama adalah keterampilan tingkat rendah yang penting dalam proses pembelajaran, yaitu mengingat (remembering), memahami (understanding), dan menerapkan (applying), dan kedua adalah yang diklasifikasikan ke dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi berupa keterampilan menganalisis (analysing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating).

2.    Kerangka konsep berpikir abad 21 di Indonesia

Implementasi dalam merumuskan kerangka sesuai P21 bersifat mutidisiplin, artinya semua materi dapat didasarkan sesuai kerangka P21. Untuk melengkapi kerangka P21 sesuai dengan tuntutan Pendidikan di Indoensia, berdasarkan hasil kajian dokumen pada UU Sisdiknas, Nawacita, dan RPJMN Pendidikan Dasar, Menengah, dan Tinggi, diperoleh 2 standar tambahan sesuai dengan kebijakan Kurikulum dan kebijakan Pemerintah, yaitu sesuai dengan Penguatan Pendidikan Karakter pada Pengembangan Karakter (Character Building) dan Nilai Spiritual (Spiritual Value).

3.    Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Transfer of Knowledge

Keterampilan berpikir tingkat tinggi erat kaitannya dengan keterampilan berpikir sesuai dengan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang menjadi satu kesatuan dalam proses belajar dan mengajar.

4.    Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Critical and Creative Thinking

John Dewey mengemukakan bahwa berpikir kritis secara esensial sebagai sebuah proses aktif, dimana seseorang berpikir segala hal secara mendalam, mengajukan berbagai pertanyaan, menemukan informasi yang relevan daripada menunggu informasi secara pasif (Fisher, 2009).

Berpikir kritis merupakan proses dimana segala pengetahuan dan keterampilan dikerahkan dalam memecahkan permasalahan yang muncul, mengambil keputusan, menganalisis semua asumsi yang muncul dan melakukan investigasi atau penelitian berdasarkan data dan informasi yang telah didapat sehingga menghasilkan informasi atau simpulan yang diinginkan.

5.    Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Problem Solving

Keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai problem solving diperlukan dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran yang dirancang dengan pendekatan pembelajaran berorientasi pada keterampilan tingkat tinggi tidak dapat dipisahkan dari kombinasi keterampilan berpikir dan keterampilan kreativitas untuk pemecahan masalah.

 

Penulis:

DIAN ARIYANTO,S.T.,M.Pd.

SMPN 1 KARANGSAMBUNG

Guru Penggerak Angkatan 6

Copyright © 2021 - 2024 SMP NEGERI 1 KARANGSAMBUNG